Friday, June 17, 2011

Serpihan Hati

Asha tak bisa melukiskan perasaannya saat itu. Penghulu baru saja menikahkannya dengan Faisal. Mestinya orang berbahagia di hari pernikahannya. Tapi bagaimana ia bisa berbahagia kalau menikah dengan lelaki yang tak dicintainya. Bagaimana kalau ia tak mampu mempertahankan ikatan pernikahan ini? Bagaimana kalau ada lelaki lain yang memasuki kehidupan mereka, dan ia tak mampu menahan godaan itu? Beragam pertanyaan tolol melintas di benaknya.

Hari-hari pertama pernikahan, mereka jalani dengan wajar. Untung perilaku Asha tidak setolol pikirannya. Ia tetap menghormati Faisal sebagai suami. Setiap hari ia siapkan sarapan untuk suaminya, dan menemaninya makan. Faisal sangat bahagia dengan pernikahannya. Ia telah menikahi perempuan yang ia cintai, ia dambakan, dan ia harapkan bisa melahirkan anak-anaknya kelak.

Tiga bulan telah berlalu, suatu ketika, mereka meluangkan waktu untuk bersih-bersih rumah. Karena berprofesi sebagai guru, barang berharga yang dimiliki Faisal hanyalah tumpukan kertas dan buku-buku. Mata Asha terpaku pada sehelai kertas bertuliskan piagam penghargaan. Allahu Akbar, suaminya ternyata pernah menjadi mahasiswa teladan di kampusnya. Asha malu pada dirinya sendiri. Seolah ia mendapat tamparan keras dari Tuhan atas kesombongannya selama ini. Selama ini ia hanya memandang Faisal dengan sebelah mata. Padahal saat kuliah, jangankan mendapat nilai bagus, bisa lulus saja, Asha sudah beruntung.

Sebelumnya seperti umumnya perempuan, Asha sangat mengharapkan bisa menikah dengan laki-laki yang mencintai dan dicintainya. Ia sangat mendambakan sosok laki-laki yang gagah, tampan, kaya, pandai, berpenghasilan, tidak merokok, berpegang teguh pada agama, dan sederet kriteria lain, yang tak mungkin ada seorang laki-laki pun yang mampu memenuhinya.

Asha hanya tahu, Faisal memenuhi kriteria tidak merokok, dan sudah bekerja sebagai guru. Di antara enam orang teman sekampus, yang ditugaskan mengajar di satu sekolah, Faisal, satu-satunya yang masuk IKIP lewat Tes Penerimaan Mahasiswa Baru. Sedangkan lima orang yang lain masuk lewat seleksi PMDK. Karenanya Asha menganggap Faisal kurang pandai dibanding teman yang lain.

Tetapi sejak melihat piagam itu, Asha mulai menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Di antara kekurangan, pasti orang mempunyai kelebihan juga. Maafkan aku, Tuhan, jauhkan sifat sombong dari diriku, tumbuhkanlah benih cintaku untuk suamiku. Apapun yang terjadi, dialah yang terbaik, yang telah Kau pilihkan untukku. Tampakkanlah kelebihannya, dan sembunyikanlah kekurangannya. Untaian kata itu senantiasa ia lantunkan dalam doanya.

“Mas, maafkan aku, karena aku belum sepenuhnya mencintaimu,” ucap Asha suatu ketika.

“Nggak masalah, Dik. Bukankah cinta bisa dibina?” balas Faisal sabar.

“Terima kasih, Mas. Kamu sangat baik dan bisa memaklumiku. Mas, boleh aku bertanya?”

“Mau tanya apa, sih?”

“Pertanyaanku agak aneh. Tolong jangan ditertawakan, ya?”

“Apa dulu dong pertanyaannya, baru aku bisa menjawab akan tertawa atau tidak?”

Tuh, kan, gitu, kan? Nggak jadi aja, deh!”

Eit, jangan bikin penasaran, dong!” Faisal mencubit halus pipi Asha.

“Mas, boleh tahu nggak, siapa perempuan, selain aku, yang pernah kau cium?”

Faisal tertawa geli. Ada-ada saja pertanyaan istrinya.

Tuh, kan, malah tertawa?!”

Don’t worry, honey, hanya kaulah perempuan yang pernah kucium.” Faisal menjawab bak seorang penyair, tak ketinggalan senyum lebar menghiasi bibirnya.

Gombal, nggak percaya!” Aisha merajuk.

Sure!” Faisal mencoba meyakinkan.

“Kalau pertanyaan kubalik, bagaimana, ada, tidak?”

“Maksudmu?”

“Iya, oke, Mas tak pernah mencium perempuan selain aku. Kalau perempuan lain yang menciummu, ada tidak?”

“Tidak juga.”

“Demi Allah?”

“Sebentar, kuingat-ingat dulu, ya,” Faisal tampak berpikir, “kalau tak salah, memang ada.”

Tuh, kan, siapa dia, Mas?”

“Namanya Mita.”

Lo, memangnya Mas Ical pernah pacaran dengan dia?”

“Tidak.”

“Kok, dia sampai nyium segala? Kapan? Dimana?”

Duh, segitu sewotnya. Dulu, waktu bezuk aku, saat aku sakit.”

“Asyik, dong! Senang nggak?”

“Ya, senang, to, aku ‘kan laki-laki normal?”

Asha langsung mendaratkan cubitan di lengan suaminya yang langsung meringis.

“Setelah itu pasti Mas Ical jadi sering sakit, kan?”

“Apa hubungannya?”

“Ya, biar dapat ciuman lagi!”

Terkadang hidup memang terasa aneh. Perasaan benci bisa menjadi cinta, dan sebaliknya, cinta bisa berubah menjadi benci. Hati manusia sangat mudah berubah, seperti musim yang berganti masa. Asha pun tak habis pikir, ia yang belum sepenuhnya mencintai suaminya bisa merasakan cemburu manakala mengetahui suaminya dicium perempuan lain, meskipun itu terjadi sebelum pernikahan. Apakah itu berarti benih cinta telah tumbuh di hati Asha? Bukankah cemburu tandanya cinta?

Masalah sebenarnya bukan sekadar cemburu, perempuan lain itu, Mita! Mengapa harus Mita? Bukan yang lain? Mita, yang telah merebut perhatian Dandi, lelaki yang pernah dikaguminya?

Asha jadi teringat saat pertama mengenal Dandi dan Faisal. Perkenalan itu terjadi dalam suatu diskusi. Dan Asha langsung jatuh cinta pada Dandi saat pandangan pertama. Saat mata mereka beradu, Asha tertunduk malu, tersipu-sipu. Asha tak mampu menutupi perasaannya. Hatinya berbunga-bunga, jantungnya berdebar. Rasa bahagia diam-diam menelusup ke relung hatinya yang paling dalam.

Dari satu diskusi ke diskusi berikutnya, semakin tumbuh suburlah benih-benih cinta di hati Asha. Pandang bertemu pandang, dilanjutkan dengan pembicaraan-pembicaraan yang bersifat pribadi. Dalam sebuah kesempatan, Dandi berkesempatan mengantar Asha pulang. Sejak itu, Dandi dan Faisal sering main ke rumahnya.

Semua teman menganggap Asha dan Dandi berpacaran. Padahal Dandi belum pernah menyatakan perasaannya pada Asha. Sampai akhirnya Asha memberanikan diri mengorek keterangan dari Dandi.

“Mas, gosip tentang kita sudah sedemikian luas menyebar, menurut Mas Dandi bagaimana?” Asha menyelidik.

Dah, biarin aja,” jawab Dandi tenang. Asha penasaran, kok biarin aja? Padahal Asha menginginkan Dandi menjawab; aku ingin hubungan kita tidak sekadar gosip, karena sesungguhnya aku mencintaimu. Tentu saja kata-kata itu hanya tersimpan rapi di hatinya. Asha tak akan mempertaruhkan harga dirinya.

“Aku sih, nggak masalah, Mas, aku kan masih kecil, tapi Mas Dandi? Orang seusia Mas Dandi sudah waktunya menikah, apalagi pekerjaan sudah punya, perempuan, tinggal pilih, mau apa lagi, coba?” Asha berdalih.

“Sudah, biarin aja,” Dandi menjawab tanpa beban. Untuk kedua kalinya Asha harus menelan ludah. Sebetulnya Asha ingin mengatakan bahwa ia sangat ingin menjadi istri Dandi.

“Sebenarnya gini, Mas, aku nggak enak aja sama seseorang yang special di hati Mas Dandi, bagaimana tanggapannya kalau sampai mendengar gosip tentang kita?”

Nggak pa-pa, biarin aja,” jawaban yang sama dilontarkan Dandi.

Dengan berat hati Asha harus mengambil simpulan pahit, 'Dandi hanya mempermainkan perasaanku'!

Asha terpaksa harus mulai menata hati. Ia harus menjaga jarak dengan Dandi. Dengan susah payah usaha itu ia lakukan. Tetapi bayangan Dandi terus mengusiknya. Senyumnya yang menawan, sikapnya yang penuh perhatian, kata-kata manisnya, dan semua yang ada pada Dandi tak bisa lenyap dari pikirannya.

Suatu ketika saat Faisal singgah ke rumah Asha, ia menuliskan kata-kata pada sehelai kertas:

Semalam aku curhat panjang lebar dengan Dandi. Kami berbicara dari hati ke hati, tak ada yang kami sembunyikan, tentang masa depan dan hal-hal yang lain. Aku pun ingin berbagi denganmu. Mau tahu apa isi curhat kami?

Membaca tulisan itu, harapan Asha yang hampir sirna kembali tumbuh. Asha berpikir, Dandi mau minta tolong Faisal untuk menyatakan cintanya pada Asha. Maka tanpa pikir panjang ia sodorkan kertas itu pada Faisal.

“Ya, Mas. Aku mau tahu. Apa sih, isi curhatnya?”

“Sabar, ya, kutulis dulu.”

Nggak usah ditulis, lah, Mas, langsung aja,” pinta Asha tak sabar.

Ntar dulu, sabar, dong!”

Setelah beberapa menit menulis, Faisal menyodorkan kertas itu pada Asha.

Beberapa tahun ini aku tinggal di kota ini, jauh dari orang tua, kakak, adik, dan tanpa sanak saudara, tanpa keluarga. Hidup jadi terasa sunyi, sepi. Tapi sejak mengenalmu hidupku jadi berwarna. Kamu asyik diajak bicara, berdiskusi tentang banyak hal.. Aku ingin kebersamaan kita abadi lewat jalur resmi, pernikahan.

Asha shock. Sungguh di luar dugaan. Meleset 180 derajat. Asha berlari meninggalkan Faisal yang terbengong-bengong kebingungan. Di dalam kamar ia menangis dan sekaligus tertawa geli. Tak ada topan tak ada badai, tiba-tiba tsunami melanda. Aneh. Menikah?

Sejak lamaran itu disampaikan Faisal, Asha memohon petunjuk dari Sang Khalik lewat shalat istikhoroh. Ya, Allah Yang Maha Bijaksana, tunjukkanlah siapa laki-laki terbaik yang akan menjadi suamiku. Kalau memang Faisal baik bagiku mudahkan jalan bagi kami untuk bersatu. Tapi kalau dia bukan yang terbaik, pisahkan kami dalam kebaikan, jadikanlah kami saudara.

Itulah doa yang selalu dipanjatkan Asha setiap malam. Meski dalam hati kecilnya ia masih berharap agar Dandilah laki-laki terbaik untuknya. Yang akan menjadi suaminya, pendamping hidupnya hingga maut memisahkan mereka.

Di saat Asha mengalami kegalauan itulah, ia menerima SMS dari Dandi : Dik Asha, aku kangen. Berapa lama ya, kita tak bertemu? Boleh, kan aku kangen? Aku sangat merindukanmu.

Duh, Gusti, ada apa lagi ini? Asha semakin pusing. Faisal yang tak pernah menunjukkan perhatian ekstra padanya, mengajaknya menikah, Dandi yang ia puja, merindukannya pula. Benar-benar tujuh keliling dibuatnya. Kalau saja Dandi sungguh-sungguh, ia pasti akan mengabaikan Faisal.

Faisal adalah sosok lelaki yang sabar, gigih, dan pantang menyerah, meski sedikit pemalu. Faisal sangat menyadari kalau Asha sangat mengharapkan Dandi. Tapi Faisal tahu rencana Dandi ke depan.

“Sudah tahu belum kalau Mas Dandi mau menikah?” Faisal memancing pembicaraan.

“O, ya? kapan, Mas?” Asha menjawab asal-asalan. Di dalam hati ia geli, mencibir Faisal sejadi-jadinya. Karena tak bisa menelusup masuk ke hati Asha, maka Faisal mengambing-hitamkan Dandi, pikir Asha. Mana mungkin Dandi mau menikah, kemarin saja ia baru ber-SMS rindu pada Asha.

“Bulan depan,” jawab Faisal tanpa rasa bersalah. Yang membuat Asha makin geli, meski cuma di dalam hati.

“Siapa calon istrinya , Mas?” diteguh-teguhkannya hatinya.

“Namanya Mita.”

Sepulang Faisal, Asha langsung mengirimkan SMS kepada Dandi, yang kebetulan sedang berulang tahun : Selamat kurang tahun, semoga sisa usia yang ada, bermanfaat. Dan, selamat mempersiapkan saat-saat terindah di kehidupan Anda. Bulan depan, kan?

Bukan Dandi yang membalas SMS itu, melainkan Faisal yang menghubunginya.

“Kamu cerita apa ke Mas Dandi?”

Nggak cerita apa-apa, kok. Hanya ngucapin met kurang tahun dan met nyiapin pernikahan, aja.”

“Itulah sebabnya. Dandi marah karena aku memberitahukan perihal pernikahannya padamu.”

Emang kenapa? Kami kan, tidak ada hubungan apa-apa?”

“Tanya aja sendiri.”

Inikah jawaban Shalat istikhoroh yang ia dirikan? Petunjuk dari Sang Khalik atas dua pilihan sulit yang dihadapinya? Kalau memang Dandi mau menikah dengan perempuan lain, itu artinya ia harus mengubur dalam-dalam kenangan tentangnya. Menutup buku berjudul Dandi. Dan harus membuka diri untuk laki-laki lain.

Mengetahui saingan terberatnya masuk kotak, Faisal tak menyia-nyiakan kesempatan. Tanpa konfirmasi, ia mengajak orang tuanya datang meminang Asha, Meskipun heran, ayah Asha yang merasa tak bisa memahami pergaulan muda-mudi, langsung menerima pinangan itu.

Pada hari yang telah ditentukan, Dandi dan Mita benar-benar melangsungkan pernikahan. Asha tak mendapatkan surat undangan. Meskipun demikian, Faisal mengajak Asha datang ke pestanya. Saat Asha memberikan ucapan selamat, Dandi tampak gugup. Asha tak tahu apa penyebab kegugupan Dandi. Asha sendiri agak kerepotan menata hatinya. Ia tak mau, Dandi sampai tahu hatinya hancur berantakan. Pandangan iba teman-teman yang hadir, semakin melengkapi deritanya. Asha tampak salah tingkah.

Kok, Dandi menikah dengan Mita? Asha bagaimana? Kasihan dia,” celoteh salah seorang teman.

“Tenang, Asha nggak apa-apa. Dia sudah dilamar Faisal,” yang lain menimpali. Demikian kasak-kusuk yang beredar di pesta itu. Asha semakin gelisah, ia tak bisa menikmati hidangan yang tersaji.

Di sisi lain, Faisal merasakan kebahagiaan tak terkira. Ia bangga bisa memperkenalkan Asha sebagai calon istrinya pada teman sekantor. Dan tak berapa lama dia pun akan menyusul Dandi menuju pelaminan.

Kini Faisal dan Asha tengah menikmati jalinan cinta yang mereka bina. Hari-hari dilalui dengan penuh syukur dan kebahagiaan. Buah cinta mereka yang pertama lahir, kemudian yang kedua, dan disusul yang ketiga.

Dandi sedang menghadapi masalah berat. Karena sifatnya yang terlalu ramah pada perempuan, membuat Mita cemburu buta. Mita bermaksud membalas dendam pada suaminya, dengan menjalin cinta terlarang bersama Bagas. Mita hanya ingin menunjukkan, tidak hanya laki-laki yang bisa mendua, perempuan juga bisa. Kini Dandi tengah mengupayakan berbagai cara untuk mempertahankan rumah tangganya yang berada di ujung tanduk.

5 comments:

  1. kayak kisah nyata, pengalaman pribadi ya?

    ReplyDelete
  2. satu paragraf yg pas utk kisah ini mi....:
    Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku
    Meski kau tak cinta kepadaku....
    Beri sedikit waktu biar cinta datang
    Karena telah terbiasa......Sudikah dirimu untuk
    Kenali aku dulu.....
    Sebelum kau ludahi aku...
    Sebelum kau robek hatiku...... :)

    mukti

    ReplyDelete
  3. cerpennya sangat bagus bu,, ceritanya mengharukan dan mengenaskan,, hehe,, tapi lebih mengena jika narasumber bercerita langsung bu,, hehe,, bisa buat referensi saya bu,, trimakasih bu,,

    ReplyDelete
  4. Benih benih cinta akan timbul ketika selalu bersama dan sering bertemu kepada orang yang tidak kita cintai.

    ReplyDelete