Thursday, February 16, 2012

Ketika Guru Tidak Adil

Suatu ketika, karena kemampuannya dalam baca puisi, Nora harus mewakili sekolahnya untuk mengikuti kemah bhakti. Salah satu kegiatan kemah adalah lomba-lomba. Nora akan mewakili cabang lomba baca puisi.
Untuk keperluan kemah, 11 orang peserta dari sekolah itu diminta iuran. Nora keberatan, karena dia akan mewakili sekolah, seharusnya semua ditanggung pihak sekolah. Bukan apa-apa, sehari-hari memang orang tua Nora tidak memiliki cukup biaya untuk uang saku. Uang saku dari orang tua hanya cukup untuk ongkos pergi-pulang dari rumah ke sekolah.
Nora baru bisa jajan di kantin sekolah kalau ada teman yang menraktir, atau membayari ongkos angkutan, atau dia dapat tumpangan. Itu pun hanya bisa untuk membeli makanan kecil. Padahal dia berangkat dari rumah pukul 06.00 WIB dan pelajaran berakhir pukul 14.00 WIB. Sehari-hari setelah pelajaran dia juga masih harus di sekolah sampai sore karena aktivitasnya sebagai Wakil Ketua OSIS, Pemangku Adat di gudep sekolahnya, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
Sehingga untuk membayar iuran kemah bhakti (yang tidak semua siswa ikut) jelas, dia sangat keberatan. Karena dia menolak membayar iuran, ia batal dikirim lomba mewakili sekolah. Kalau hanya batal mewakili lomba tidak terlalu bermasalah bagi Nora. Yang menjadi masalah adalah dampaknya. Karena menolak membayar iuran kemah itu, Nora dianggap tidak memiliki loyalitas dan dedikasi terhadap sekolahnya.
Yang parahnya lagi, guru pembimbing itu melakukan tindakan tidak wajar, dengan menjatuhkan nilai Nora untuk mata pelajaran yang diampunya. Padahal Nora adalah siswa dengan prestasi terbaik di kelasnya. Dan itu menjadi kenangan tak terlupakan yang tertulis di raport Nora. Sungguh, kenangan pahit yang

No comments:

Post a Comment